EKONOMI Vs LINGKUNGAN
Ketika berlangsung "Pertemuan Kepala Pemerintahan tentang Pembangunan Berkelanjutan" di Johannesburg, Afrika Selatan, Juni 2002, Aburizal Bakrie yang pada waktu itu masih menjabat sebagai Ketua Umum Kadin mengusulkan agar di masa krisis ekonomi sekarang ini diutamakan pembangunan ekonomi lebih dulu tanpa penanganan masalah lingkungan hidup, dengan alasan bahwa menangani permasalah lingkungan memakan ongkos besar. Dalam keadaan sekarang ini sekadar mempertahankan hidup perusahaan saja sudah menguras segala dana, daya, dan tenaga perusahaan. Apalagi jika ditambah untuk biaya lingkungan. Lagipula bukankah negara industri tadinya membangun ekonomi juga tanpa pertimbangan lingkungan, dan baru kemudian menggarapnya setelah industri sudah maju?. Intinya.., yang diusulkan Ketua Umum Kadin Indonesia adalah pendekatan pola "ekonomi dulu, lingkungan kemudian."
Muncul kecemasan dari para pemerhati dan pecinta lingkungan terhadap kemerosotan baku mutu lingkungan di Indonesia ini, misalnya saja banyak terjadi kasus pencemaran lingkungan seperti limbah tailing PT.Freeport, pencemaran teluk Buyat oleh PT.Newmont., kebakaran hutan, pembalakan liar, konvensi hutan alam di berbagai wilayah Indonesia yang semakin memperkecil luas hutan alami Indonesia. Kerusakan lingkungan Indonesia berdampak global. Tahun 1997 kebakaran hutan Indonesia dan pembakaran tanah gambut telah melepaskan ke atmosfir 2,6 milyar ton karbon, sehingga menaikkan laju pertambahan CO2 dengan dua kali di angkasa bumi. Kebakaran hutan ini seakan tak terkendali lagi, dan berlaku setiap tahun hingga kini. Juga mencemaskan adalah penyedotan air tanah melebihi kemampuan alam untuk mengisinya kembali sehingga volume air dalam tanah kian berkurang. Karena kecemasan tersebut, mereka lebih menyeru pada "selamatkan lingkungan dulu, ekonomi kemudian!!".
Mantan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Emil Salim, menyatakan bahwa perlu adanya kesinambungan antara ekonomi dan lingkungan. Keduanya harus tetap berjalan bersama jika ingin pembangunan yang berkelanjutan berjalan lancar..maksudnya adalah ekonomi hanya bisa tumbuh jika didukung ekosistem lingkungan sebagai sistem penopang kehidupan yang berfungsi sebagai jaringan kehidupan. Dalam jaringan kehidupan ini "semua bergantung pada semua." Udara bersih yang kita hirup bergantung pada kehadiran tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohon berzat hijau daun yang mampu menyerap karbon dan melepaskan zat udara bersih. Hutan dan tumbuh-tumbuhan bisa tumbuh berkembang jika ada curahan hujan yang berasal dari penguapan air laut yang ditiup angin ke tanah daratan. Tanah daratan terdiri dari lapisan lahan yang mampu menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang nantinya gugur membentuk lapisan lahan baru. Tumbuh-tumbuhan dimakan hewan yang mengeluarkan kotoran dan menjadi penyubur tanaman. Udara, air, tanah, tumbuh-tumbuhan dan hewan saling kait-mengait dalam mata rantai ekosistem yang hidup dan menghidupi. Inilah sebabnya mengapa kita menyebutnya: lingkungan hidup.
Dalam sistem kehidupan lingkungan inilah dikembangkan ekonomi sebagai subsistem. Jadi, pembangunan ekonomi perlu memperhitungkan kendala sistem kehidupan lingkungan ini, supaya tidak sampai mematikan kehidupan itu sendiri. Yang kini diperlukan adalah menempatkan pembangunan ekonomi di dalam lingkungan sehingga pengolahan sumber daya alam perlu memperhatikan cirinya dalam lingkungan.
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN bagi Lingkungan dan Ekonomi
Pembangunan berkelanjutan dalam kehidupan masyarakat Indonesia tercakup dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yang berbunyi: "Bumi, air, dan seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat". Hal ini berarti bahwa pemanfaatan sumber daya alam Indonesia masa kini harus tetap "menjaga" sumber-sumber daya alam tersebut, sehingga generasi-generasi mendatang akan mampu menikmatinya dengan baik. Masalahnya sekarang ini permasalahan-permasalahan lingkungan berkaitan erat dengan masalah ekonomi dan bisnis serta perdagangan internasional. Disini terdapat kecenderungan yang makin kuat bahwa perdagangan internasional akan semakin dipengaruhi oleh pertimbangan lingkungan yang mengetat, dan munculnya pertimbangan etika dan moral dari para pelaku bisnisnya.
Dalam perspektif industri terdapat 3 pilar utama pembangunan , yaitu:
Ketiga hal di atas seperti yang diamanatkan pada KTT Bumi 1992 bahwa pembangunan berkelanjutan harus melibatkan isu-isu lokal, nasional dan global yang tetap bertumpu pada pembangunan yang merata, penciptaan lapangan pekerjaan, dan perbaikan kondisi sosial dan lingkungna tempat masyarakat hidup.
Dengan Ekoefisiensi (merupakan dasar utama kontribusi dunia industri terhadap pembangunan berkelanjuatan yang dimotivasi oleh World Business Council for Sustainable Development, berpusat di Geneva) memadukan pertumbuhan ekonomi dengan penggunaan sumberdaya yang lebih efisien, serta mencegah terjadinya pencemaran, diharapkan terjadi perbaikan keadaan antara ekonomi dan lingkungan yang tetap berkesinambungan.
Di dalam dunia bisnis, setiap industri bertanggung jawab untuk kelangsungan 3 hal berikut:
- Keseluruhan siklus hidup barang dan jasa, desain dan pembuatan, pembelian serta pengelolaan bahan baku, produksi, pemasaran, distribusi, dan manajemen limbah.
- penerapan prinsip ekoefisiensi untuk meningkatkan nilai bagi planggan melalui penggunaan SDA yang berkelanjutan
- Pengurangan bahan baku dan jasa dengan mengurangi ganguan terhadap lingkungan, khususnya SDA.
Konsepsi Emisi Nol semakin penting untuk dihayati dan dilaksanakan karena Indonesia sudah memasuki siklus 5 tahun ketiga setelah tahun 1997. Emisi Nol berarti bahwa seluruh limbah yang terjadi pada rangkaian proses produksi harus dieliminasi. Itu berarti limbah suatu kegiatan industri adalah bahan baku untuk kegiatan industri lainnya, sehingga secara menyeluruh tidak akan ada limbah yang mencemari lingkungan. Tetapi kita lihat pada kenyataannya sekarang ini, masih saja ada limbah industri yang mencemari lingkungan dan ternyata industri tersebut tidak membangun instalasi yang sesuai AMDAL. Namun, memang konsepsi Emisi nol ini lebih ekonomis pada industri biologik seperti pabrik teh Sosro. Di Pabrik tersebut selama masa pensurveian saya.. limbah diproses sedemikian rupa sehingga air limbah yang dihasilkan tidak berbahaya bagi makhluk hidup (uji coba: penggunaan air limbah pabrik Sosro untuk kolam ikan).
Sudah saatnya bagi kita di Indonesia mengkaji kembali potensi SDA nabati dan hewani untuk menghasilkan industri yang bebas limbah. Dari pelajaran industri biologik tersebut baru kita akan mampu belajar bagaimana menyiasati industri bebas limbah secara konsekuen.
dari : E.Gumbira Sa'id dan Emil Salim, pada artikel di koran Republika dan Kompas.